Kolaborasi IBCSD dan PISAgro Dorong Aksi Nyata Kurangi Susut dan Sisa Pangan di Sektor Agrikultur dan Manufaktur

 

Jakarta, 24 Maret 2025 – Indonesia Business Council for Sustainable Development (IBCSD) bersama Partnership for Indonesia’s Sustainable Agriculture (PISAgro) sukses menyelenggarakan Workshop “Mengatasi Susut dan Sisa Pangan di Sektor Pertanian dan Manufaktur” pada Senin (24/3) di Jakarta. Acara ini mempertemukan para pelaku usaha anggota PISAgro, perwakilan pemerintah, dan mitra teknis WRAP untuk mendorong kolaborasi nyata dalam mengurangi susut dan sisa pangan (SSP) di sepanjang rantai pasok pangan nasional.

Workshop ini bertujuan untuk memperkenalkan GRASP 2030, sebuah platform kolaboratif yang diinisiasi oleh IBCSD, serta mengajak sektor swasta untuk terlibat aktif dalam peta jalan pengurangan SSP nasional melalui pendekatan Target-Ukur-Aksi. Pendekatan ini dinilai efektif dalam membantu perusahaan menetapkan target, melakukan pengukuran, dan merancang aksi konkret berdasarkan data.

Dalam sambutannya, Direktur Eksekutif PISAgro, Insan Syafaat, menekankan pentingnya peran sektor agrikultur dan manufaktur dalam mengatasi susut dan sisa pangan. “Di sektor agrikultur dan manufaktur, isu susut dan sisa pangan menjadi salah satu persoalan yang perlu diatasi,” ujarnya.

Kolaborasi antara IBCSD dan PISAgro menjadi wadah strategis untuk mendorong langkah nyata dalam mempercepat inisiatif keberlanjutan di sektor agrikultur dan manufaktur. Sinergi ini tidak hanya memperkuat implementasi praktik berkelanjutan, tetapi juga memperkuat posisi dan suara sektor bisnis dalam advokasi kebijakan yang mendukung transformasi menuju sistem pangan yang lebih berketahanan dan berkelanjutan. Direktur Eksekutif IBCSD, Indah Budiani, menyampaikan sejumlah hal yang dapat ditindaklanjuti dari kolaborasi ini. “Hal ini untuk menjadikan upaya kita bersama lebih berdampak,” sebut Indah.

Pada sesi pertama, Dr. Jarot Indarto dari Bappenas menyampaikan arah kebijakan pemerintah terkait penanganan SSP dan pentingnya sinergi antara sektor publik dan swasta dalam menciptakan sistem pangan yang efisien. Sesi berikutnya menghadirkan diskusi panel yang diisi oleh Aloysius Wiratmo dari IBCSD, serta Sachi Shah dan Michael Jones dari WRAP. Para narasumber memperkenalkan konsep SSP secara menyeluruh dan memperkenalkan GRASP 2030 sebagai platform kolaboratif berbasis voluntary agreement atau perjanjian sukarela, yang mengedepankan pendekatan Target-Ukur-Aksi. Diskusi juga membahas pemanfaatan Data Capture Sheet untuk pengumpulan data yang terstandar, serta pentingnya integrasi data dalam proses pengambilan keputusan strategis di sektor bisnis.

Dalam workshop ini, Chairperson GRASP 2030, Angelique Dewi, diwakili oleh Kenny Liana dari Nutrifood membagikan praktik terbaik dan testimoni sebagai penandatangan GRASP 2030. Kenny juga berbagi mengenai tantangan yang dihadapi oleh para pelaku usaha.

Workshop ini menjadi langkah awal yang penting dalam membangun upaya kolektif lintas sektor untuk mengurangi susut dan sisa pangan di Indonesia. Melalui kolaborasi, pertukaran pengetahuan, serta pemanfaatan data yang lebih baik, diharapkan semakin banyak pelaku usaha yang terdorong untuk mengambil aksi konkret guna mewujudkan sistem pangan yang lebih efisien, inklusif, dan berkelanjutan.

Tentang GRASP 2030

GRASP 2030 (Gotong Royong Atasi Susut dan Sisa Pangan 2030) adalah inisiatif kolaboratif yang diinisiasi IBCSD sejak 2021 untuk menurunkan susut dan sisa pangan di Indonesia melalui aksi bersama pelaku usaha, organisasi sosial, dan pemangku kepentingan lainnya.

Tentang IBCSD:

Indonesia Business Council for Sustainable Development (IBCSD) adalah sebuah asosiasi yang dipimpin oleh para CEO perusahaan yang beroperasi di Indonesia, yang memiliki komitmen yang sama untuk mempromosikan pembangunan berkelanjutan melalui pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, keseimbangan ekologi, dan kemajuan sosial. IBCSD memfasilitasi kepemimpinan bisnis yang berkelanjutan dengan mempromosikan praktik-praktik terbaik, bermitra dengan pemerintah dan masyarakat sipil, serta memberikan solusi bagi kebijakan Indonesia dalam isu-isu keberlanjutan.

Workshop GRASP 2030 Dorong Standar Redistribusi Surplus Makanan Nasional

Jakarta, 20 Maret 2025 – Indonesia Business Council for Sustainable Development (IBCSD) yang menginisiasi GRASP 2030 (Gotong Royong Atasi Susut dan Sisa Pangan Sebelum Tahun 2030) sukses menggelar workshop bertajuk “Meningkatkan Standar Redistribusi Surplus Makanan” pada Kamis (20/3) di Wyndham Casablanca Hotel, Jakarta. Organisasi-organisasi food bank (bank pangan) yang tergabung dalam inisiatif GRASP 2030 hadir dalam acara ini. Acara ini menjadi langkah konkret untuk memperkuat mekanisme penyelamatan surplus makanan dan mendistribusikannya secara aman dan bermartabat kepada mereka yang membutuhkan.

Workshop ini mempertemukan tujuh organisasi foodbank anggota GRASP 2030, perwakilan pemerintah, serta mitra calon signatories, dalam diskusi mendalam mengenai praktik terbaik, tantangan lapangan, dan langkah kolaboratif dalam memperbaiki ekosistem redistribusi pangan. Hadir pula WRAP (Waste and Resources Action Programme) dari Inggris sebagai mitra global yang membagikan praktik terbaik terkait standar redistribusi makanan secara internasional, serta narasumber lainnya dari Foodbank of Indonesia, Aksata Pangan Medan, serta Badan Pangan Nasional (Bapanas).

“Organisasi redistribusi pangan menghadapi tantangan yang beragam, mulai dari keamanan pangan, reputasi brand, hingga kepatuhan hukum. Tapi kita memiliki tujuan yang sama: menyelamatkan makanan agar tidak terbuang dan memastikan pangan tersebut tetap aman dan layak bagi mereka yang membutuhkan,” ujar Indah Budiani, Direktur Eksekutif IBCSD, dalam sambutannya.

Sesi diskusi menghadirkan pemaparan dari Foodbank of Indonesia, Aksata Pangan, serta Badan Pangan Nasional (Bapanas). Ketiganya menyoroti pentingnya sistem monitoring kualitas makanan, integritas merek, hingga kerangka kebijakan yang mendukung.

Dari sisi pemerintah, Nita Yulianis, Direktur Kewaspadaan Pangan Bapanas, menyoroti pentingnya edukasi publik. “Masih perlu digaungkan mengenai hierarki pangan untuk mengedepankan pencegahan dan donasi makanan. Banyak yang belum mengetahui bahwa donasi makanan adalah salah satu solusi utama sebelum makanan berakhir sebagai limbah,” ujar Nita.

Dalam sesi breakout, para peserta mengidentifikasi tiga isu utama dalam redistribusi surplus pangan: keamanan dan kualitas pangan, reputasi brand donor, dan kepatuhan terhadap peraturan. Hasil diskusi ini akan menjadi pijakan awal dalam pembentukan Kelompok Kerja Redistribusi Pangan di bawah GRASP 2030.

Sebagai tindak lanjut, IBCSD akan memfasilitasi pembentukan kelompok kerja lintas sektor untuk merumuskan panduan standar redistribusi pangan yang dapat diterapkan bersama oleh pelaku usaha, foodbank, dan pemerintah.

“Kami akan membentuk Kelompok Kerja Redistribusi Pangan di bawah GRASP 2030, yang akan menyusun pedoman praktis dan realistis untuk redistribusi pangan. Kelompok ini akan menjadi ruang kolaboratif bagi organisasi food bank dan pelaku usaha agar mekanisme redistribusi dapat diperkuat dan diperluas, demi mencegah pemborosan dan mendukung ketahanan pangan nasional,” kata Angelique Dewi, Chairwoman GRASP 2030, dalam sambutan penutupnya.

Dengan langkah ini, GRASP 2030 berharap redistribusi pangan di Indonesia tak hanya menjadi gerakan sosial, tetapi juga solusi sistemik yang berdampak pada pengurangan sisa makanan dan peningkatan ketahanan pangan nasional.

Tentang GRASP 2030

GRASP 2030 (Gotong Royong Atasi Susut dan Sisa Pangan 2030) adalah inisiatif kolaboratif yang diinisiasi IBCSD sejak 2021 untuk menurunkan susut dan sisa pangan di Indonesia melalui aksi bersama pelaku usaha, organisasi sosial, dan pemangku kepentingan lainnya.

Tentang IBCSD:

Indonesia Business Council for Sustainable Development (IBCSD) adalah sebuah asosiasi yang dipimpin oleh para CEO perusahaan yang beroperasi di Indonesia, yang memiliki komitmen yang sama untuk mempromosikan pembangunan berkelanjutan melalui pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, keseimbangan ekologi, dan kemajuan sosial. IBCSD memfasilitasi kepemimpinan bisnis yang berkelanjutan dengan mempromosikan praktik-praktik terbaik, bermitra dengan pemerintah dan masyarakat sipil, serta memberikan solusi bagi kebijakan Indonesia dalam isu-isu keberlanjutan.

GRASP 2030 Hadirkan Pendekatan Target-Ukur-Aksi untuk Tekan Susut dan Sisa Pangan di Indonesia

Jakarta, 6 Februari 2025 – Indonesia Business Council for Sustainable Development (IBCSD) sukses menyelenggarakan Workshop GRASP 2030: Target-Ukur-Aksi yang bertujuan untuk memperkuat pemahaman dan keterampilan pelaku usaha dalam mengukur serta mengurangi susut dan sisa pangan (SSP). Bertempat di Swiss-Belhotel Pondok Indah, acara ini dihadiri oleh  perwakilan dari signatories GRASP 2030 (Gotong Royong Atasi Susut dan Sisa Pangan 2030), anggota asosiasi GAPMMI (Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman), serta perwakilan pemerintah. 

Dalam sambutannya, Indah Budiani, Executive Director IBCSD, menjelaskan pentingnya penerapan metode Target-Ukur-Aksi dalam upaya kolaboratif mengurangi SSP. “Melalui pendekatan ini, perusahaan dapat lebih sistematis dalam menetapkan target, melakukan pengukuran yang akurat, dan merancang aksi nyata untuk mengurangi susut dan sisa pangan di rantai pasok mereka,” ujar Indah.

Workshop ini mencakup berbagai sesi diskusi dan latihan praktik, termasuk pengenalan konsep Target-Ukur-Aksi dan pemaparan bagaimana perusahaan dapat menerapkan pendekatan Target-Ukur-Aksi secara efektif. Peserta juga diarahkan langkah-langkah untuk mengumpulkan, mengisi Data Capture Sheet, serta menganalisis data yang dikumpulkan. Tidak hanya itu, peserta juga diajak berpartisipasi aktif untuk menyusun aksi dan strategi konkret dalam mengurangi SSP dalam operasi bisnis masing-masing, rantai pasok dan konsumen.

Para peserta yang hadir juga menyampaikan sejumlah tantangan yang dihadapi dalam mengukur SSP di perusahaan masing-masing. Namun, para peserta mengapresiasi adanya pendekatan ini sebagai solusi yang lebih terstruktur. Salah satu peserta yang hadir, Deni Hamdani, Chef Grand Hyatt Jakarta, mengatakan “Acara ini bagus dan membantu menjelaskan kepada kita terkait cara pengumpulan data makanan sisa. Di Grand Hyatt, kami telah melakukan pengukuran data sehingga bisa mengevaluasi dan menyusun aksi yang lebih baik untuk mengurangi jumlah makanan sisa,” ujar Deni. Menurut Deni, upaya penghitungan sisa makanan membantu untuk mengenali titik kritis dimana makanan berpotensi terbuang. Selain itu, ada keuntungan secara ekonomi yang didapatkan dari melakukan penghitungan. “Penghitungan makanan sisa ini juga membantu kita melakukan penghematan karena berhasil melakukan perencanaan yang lebih efisien dan menurunkan jumlah makanan terbuang,” lanjutnya.  

Dalam sambutan penutupnya, Nita Yulianis, SP, M.Si, Direktur Kewaspadaan Pangan dan Gizi, Badan Pangan Nasional, menyampaikan apresiasi atas inisiatif ini, serta terhadap upaya yang dilakukan oleh masing-masing sektor bisnis. “Pemerintah sangat mendukung upaya kolaboratif yang dilakukan sektor bisnis melalui GRASP 2030 untuk mencapai target pengurangan SSP secara nasional,” ujarnya. “Strategi data-driven decision menjadi ranah yang penting untuk dilakukan, tidak hanya sektor pemerintah, tetapi juga seluruh mitra kerja termasuk bisnis. Upaya yang dilakukan GRASP 2030 dapat disinkronkan dengan upaya pemerintah, khususnya terkait pelaporan pangan terselamatkan,” lanjut Nita.

Workshop ini menjadi langkah konkret dalam mewujudkan visi GRASP 2030 untuk mengurangi  angka susut dan sisa pangan di Indonesia. Dengan adanya pengukuran yang lebih sistematis dan aksi nyata dari sektor bisnis, diharapkan upaya ini dapat berkontribusi pada ketahanan pangan, pengurangan emisi, serta efisiensi rantai pasok pangan secara berkelanjutan.

GRASP 2030 merupakan platform kolaborasi melalui skema perjanjian sukarela (voluntary agreement) yang diinisiasi oleh IBCSD. Model perjanjian sukarela ini sudah diterapkan di berbagai negara dan terbukti berhasil menurunkan susut dan sisa pangan di negara masing-masing. Salah satu contohnya, di Inggris, perjanjian sukarela Courtauld 2025 telah berhasil mencegah 1,7 juta ton makanan terbuang antara tahun 2010 dan 2012, mengurangi emisi karbon sebesar 5 juta ton dan menghasilkan penghematan lebih dari £3 miliar (setara Rp 60 triliun). 

Platform ini melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk sektor bisnis, pemerintah, organisasi masyarakat sipil, bank pangan, dan akademisi dalam upaya bersama mengatasi SSP di Indonesia. Misi GRASP 2030 adalah mengurangi SSP di sepanjang rantai pasok pangan melalui pendekatan berbasis data dan aksi nyata, mendorong kolaborasi antar sektor untuk berbagi pengetahuan serta praktik terbaik, dan mendukung kebijakan serta regulasi untuk mempercepat transisi menuju sistem pangan yang lebih berkelanjutan.

***

Kontak:

Nurina Izazi, Communication Manager IBCSD, [email protected]

Target-Measure-Act: A Proven Framework to Tackle Food Loss and Waste

The “Target-Measure-Act” framework is a comprehensive and results-oriented methodology designed to empower and support businesses in their efforts to reduce food loss and waste. This structured approach is closely aligned with the United Nations’ Sustainable Development Goal (SDG) 12.3, which seeks to halve global food loss and waste per capita by the year 2030.

This framework has proven its potential, as it was successfully adopted by the UK Food and Drink Pact (formerly Courtauld 2030), a voluntary agreement similar to GRASP 2030 in the UK. Between 2010 and 2012, its implementation prevented 1.7 million tons of food waste, cut carbon emissions by 5 million tons, and saved businesses over £3 billion. Moreover, by 2020, over 10 major businesses with at least 20 of their supply chains had embraced the framework, achieving substantial reductions in food loss and waste.

Target: Setting Actionable Goals

The first pillar of the framework emphasizes the importance of establishing clear, measurable, and ambitious targets. Setting specific goals not only drives action but also cultivates accountability and focus. 

The framework encourage business to adopt targets that align with or exceed the SDG 12.3 objective of cutting food waste by 50% by 2030 across business operations. These targets should follow the SMART criteria – Specific, Measurable, Achievable, Relevant, and Time-bound – ensuring they are both practical and impactful.

Measure: Data-Driven Insights and Analysis

Measurement is a necessary cornerstone of effective waste reduction strategies. Accurate and consistent data collection always enables business to understand the scale of their food loss and waste and identify key areas for intervention. Businesses are encouraged to conduct comprehensive assessments using standardized methodologies. 

By tracking progress over time, business can uncover patterns, address inefficiencies, and refine their strategies. Transparent reporting of food loss and waste data is also vital, fostering collective progress and accountability across the industry.

Act: Implementing Targeted Strategies for Positive Change

With targets set and insights gained, the next step is to act decisively. There are 3 action focuses recommended for GRASP 2030 signatories:

  • Reducing food loss and waste in operations in Indonesia.
  • Collaborate with supply chain partners to reduce food loss and waste.
  • Supporting communities to reduce food loss and waste.

To help business taking actions, GRASP 2030 provide practical toolkits and guidance, empowering businesses to take effective and sustainable actions.

Demonstrating Progress: Real-World Impact of the Framework

The Target-Measure-Act framework proves that a structured, goal-oriented approach can drive real industry progress. It fosters collaboration, sets measurable targets, and leverages data for impactful action. By implementing this method, businesses can tackle food loss waste, support SDG 12.3, and build a culture of accountability. Scaling this approach is key to a more sustainable food system.

How GRASP 2030 can help?
GRASP 2030 (Gotong Royong Atasi Susut & Sisa Pangan di Tahun 2030) is a voluntary agreement, initiated by the Indonesia Business Council for Sustainable Development (IBCSD), to unite businesses and key stakeholders across Indonesia’s food system. Its primary mission is to cut food loss and waste (FLW) in half by 2030, aligning with SDG 12.3.

Since its launch in September 2021, GRASP 2030 has gathered over 20 members from diverse sectors—food and beverage, hospitality, startups, think tanks, food donation organizations, and retail—fostering collaboration across the food system.

GRASP 2030 encourage businesses to use the Target-Measure-Act framework, enabling businesses to take strategic and measurable actions. By providing practical toolkits, data-driven insights, and a collaborative platform, GRASP 2030 empowers businesses to identify inefficiencies, implement solutions, and track progress. Through collective action, it not only reduces FLW but also enhances environmental sustainability, social well-being, and economic resilience across Indonesia.

Get in touch to find out more about GRASP 2030

================================================================================================

— versi Bahasa Indonesia —

Target-Ukur-Aksi: Metode yang Terbukti Mengatasi Susut dan Sisa Pangan

Metode Target-Ukur-Aksi (Target-Measure-Act) adalah metode komprehensif dan berorientasi pada hasil yang dirancang untuk membantu bisnis dalam upaya mereka mengurangi susut dan sisa pangan (food loss and waste). Pendekatan terstruktur ini selaras dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG) 12.3 yang menargetkan pengurangan separuh susut dan sisa pangan global per kapita pada tahun 2030.

Kerangka ini telah terbukti efektif diterapkan oleh UK Food and Drink Pact (sebelumnya bernama Courtauld 2030), sebuah perjanjian sukarela di Inggris yang serupa dengan GRASP 2030. Antara tahun 2010 dan 2012, penerapan metode ini berhasil mencegah 1,7 juta ton makanan terbuang, mengurangi 5 juta ton emisi karbon, dan menghemat biaya bisnis lebih dari £3 miliar. Hingga tahun 2020, lebih dari 10 perusahaan besar dengan setidaknya 20 rantai pasokannya telah menerapkan metode ini dan berhasil mengurangi susut dan sisa pangan secara signifikan.

Target: Menetapkan Tujuan yang Dapat Ditindaklanjuti

Langkah pertama dalam metode ini adalah menetapkan target yang jelas, terukur, dan ambisius. Menetapkan tujuan spesifik tidak hanya mendorong aksi tetapi juga membangun akuntabilitas dan fokus pada tindakan yang diambil.

Metode ini mendorong bisnis untuk menetapkan target yang selaras atau bahkan melampaui SDG 12.3, yaitu mengurangi susut dan sisa pangan hingga 50% pada tahun 2030 dalam operasional bisnis mereka. Target ini harus mengikuti prinsip SMART (Spesifik, Terukur, Dapat Dicapai, Relevan, dan Berbatas Waktu), sehingga lebih realistis dan berdampak.

Ukur: Wawasan dan Analisis Berbasis Data

Pengukuran menjadi landasan dalam strategi pengurangan limbah pangan yang efektif. Pengumpulan data yang akurat dan konsisten memungkinkan bisnis memahami skala susut dan sisa pangan mereka, serta mengidentifikasi area yang perlu intervensi.

Bisnis didorong untuk melakukan penilaian menyeluruh dengan metode yang terstandarisasi agar dapat melacak progres dari waktu ke waktu. Data yang dikumpulkan akan membantu bisnis mengidentifikasi pola dan titik inefisiensi, serta menyempurnakan strategi. Pelaporan transparan juga menjadi kunci untuk mendorong kemajuan bersama dan meningkatkan akuntabilitas di seluruh industri.

Aksi: Menerapkan Strategi Berdasarkan Target untuk Perubahan Positif

Setelah target ditetapkan dan data dianalisis, langkah selanjutnya adalah mengambil tindakan nyata. GRASP 2030 merekomendasikan tiga fokus utama bagi para penandatangan:

  • Mengurangi susut dan sisa pangan di operasi bisnis di Indonesia.
  • Berkolaborasi dengan mitra rantai pasok untuk mengurangi susut dan sisa pangan.
  • Mendukung komunitas dalam mengatasi susut dan sisa pangan.

Untuk membantu bisnis mengambil langkah nyata, GRASP 2030 menyediakan panduan praktis dan alat bantu agar bisnis dapat menjalankan strategi yang efektif dan berkelanjutan.

Progres Nyata dari Penerapan Metode Target-Ukur-Aksi

Metode Target-Ukur-Aksi membuktikan bahwa pendekatan yang terstruktur dan berorientasi pada tujuan dapat mendorong kemajuan industri secara nyata. Metode ini mendorong bisnis memperkuat kolaborasi, menetapkan target yang dapat diukur, dan memanfaatkan data untuk aksi yang berdampak. Dengan menerapkan metode ini, bisnis dapat mengatasi susut dan sisa pangan, mendukung SDG 12.3, serta membangun akuntabilitas. Mengadopsi dan memperluas metode ini adalah langkah penting menuju sistem pangan yang lebih berkelanjutan.

 

Bagaimana GRASP 2030 Dapat Membantu?

GRASP 2030 (Gotong Royong Atasi Susut & Sisa Pangan di Tahun 2030) adalah perjanjian sukarela (voluntary agreement) yang diinisiasi oleh Indonesia Business Council for Sustainable Development (IBCSD) untuk menyatukan bisnis dan pemangku kepentingan lain dalam upaya mengurangi susut dan sisa pangan hingga 50% pada tahun 2030, sesuai dengan SDG 12.3.

Sejak diluncurkan pada September 2021, GRASP 2030 telah menghimpun lebih dari 20 anggota dari berbagai sektor—termasuk industri makanan dan minuman, perhotelan, startup, think tank, bank pangan, dan ritel—untuk mendorong kolaborasi di seluruh sistem pangan.

 

GRASP 2030 mendorong bisnis untuk menerapkan kerangka Target-Ukur-Aksi yang memungkinkan mereka mengambil langkah strategis dan terukur. Dengan menyediakan panduan praktis, wawasan berbasis data, dan platform kolaboratif, GRASP 2030 membantu bisnis mengidentifikasi inefisiensi, menerapkan solusi, serta memantau kemajuan bisnis. Melalui aksi kolektif, inisiatif ini tidak hanya mengurangi susut dan sisa pangan, tetapi juga meningkatkan keberlanjutan lingkungan, kesejahteraan sosial, dan ketahanan ekonomi di seluruh Indonesia.

 

Hubungi kami untuk mengetahui lebih lanjut tentang GRASP 2030

Why Does Tackling Food Loss and Waste Matter Now More Than Ever?

Every year, Indonesia discards approximately 48 million tons of food, while millions of people struggle with hunger. This issue is not just a matter of food distribution imbalance but also has significant environmental, economic, and social consequences. To address this, GRASP 2030 was launched as an initiative that brings together key stakeholders to reduce food loss and waste by 50 percent before 2030.

Why Should Food Loss and Waste Be Reduced?

Environmental Impact Food waste contributes to 8 to 10 percent of global greenhouse gas emissions (FAO, 2011), accelerating climate change.

Resource Waste Producing food requires vast amounts of water, land, and energy. For instance, it takes 1,800 gallons of water to produce one pound of beef (Mekonnen & Hoekstra, 2012).

Economic Loss Food waste costs the global economy up to 1 trillion dollars annually (FAO, 2015), funds that could be redirected to more productive initiatives.

Food Security With 690 million people experiencing hunger (FAO, 2020), reducing food waste can improve access to food for those in need.

Social Responsibility Many edible foods are discarded due to market aesthetic standards. Instead of being wasted, they could be redirected to help alleviate hunger.

How Does GRASP 2030 Take Action?

GRASP 2030 (Gotong Royong Atasi Susut & Sisa Pangan di Tahun 2030) is a voluntary agreement initiated by the Indonesia Business Council for Sustainable Development (IBCSD) to unite businesses and other stakeholders in reducing food loss and waste by 50 percent by 2030, in line with SDG 12.3.

Since its launch in September 2021, GRASP 2030 has gathered over 20 members from various sectors—including the food and beverage industry, hospitality, startups, think tanks, food banks, and retail—to foster collaboration across the food system.

As a collaborative platform, GRASP 2030 encourages businesses and other actors in the food supply chain to:

  • Raise awareness and educate stakeholders on the importance of reducing food loss and waste.
  • Help businesses identify practical solutions to minimize food loss.
  • Promote policies and innovations in sustainable food management.
  • Facilitate food redistribution to those in need instead of letting it go to waste.

GRASP 2030 invites companies, communities, and individuals to be part of a more efficient and sustainable food system.

Contact us to learn more about how you can contribute to GRASP 2030.

================================================================================================

— versi Bahasa Indonesia —

Mengapa Mengatasi Susut dan Sisa Pangan Menjadi Lebih Penting?

Setiap tahun, sekitar 48 juta ton makanan terbuang di Indonesia setiap tahunnya, sementara jutaan orang berjuang melawan kelaparan. Masalah ini bukan hanya soal ketidakseimbangan distribusi pangan, tetapi juga berdampak besar terhadap lingkungan, ekonomi, dan kesejahteraan sosial. 

Untuk mengatasi ini, GRASP 2030 hadir sebagai inisiatif yang menyatukan berbagai pemangku kepentingan dalam upaya mengurangi 50 persen kehilangan dan pemborosan pangan sebelum tahun 2030.

Alasan Mengapa Susut dan Sisa Pangan Harus Diatasi

  • Dampak Lingkungan

Sampah makanan menyumbang 8 sampai 10 persen emisi gas rumah kaca global (FAO, 2011), yang mempercepat perubahan iklim.

  • Pemborosan Sumber Daya

Produksi makanan membutuhkan air, tanah, dan energi dalam jumlah besar. Misalnya, 1.800 galon air digunakan untuk menghasilkan satu pon daging sapi (Mekonnen & Hoekstra, 2012).

  • Kerugian Ekonomi

Sampah makanan merugikan ekonomi global hingga 1 triliun dolar per tahun (FAO, 2015), yang bisa dihemat untuk hal lebih produktif.

  • Ketahanan Pangan

Saat 690 juta orang mengalami kelaparan (FAO, 2020), mengurangi pemborosan makanan dapat meningkatkan akses pangan bagi mereka yang membutuhkan.

Bagaimana GRASP 2030 Mengambil Tindakan?

GRASP 2030 (Gotong Royong Atasi Susut & Sisa Pangan di Tahun 2030) adalah perjanjian sukarela (voluntary agreement) yang diinisiasi oleh Indonesia Business Council for Sustainable Development (IBCSD) untuk menyatukan bisnis dan pemangku kepentingan lain dalam upaya mengurangi susut dan sisa pangan hingga 50% pada tahun 2030, sesuai dengan SDG 12.3.

Sejak diluncurkan pada September 2021, GRASP 2030 telah menghimpun lebih dari 20 anggota dari berbagai sektor—termasuk industri makanan dan minuman, perhotelan, startup, think tank, bank pangan, dan ritel—untuk mendorong kolaborasi di seluruh sistem pangan.

Sebagai platform kolaboratif, GRASP 2030 mengajak bisnis dan aktor lainnya di seluruh rantai pasokan pangan untuk:

  • Meningkatkan kesadaran dan edukasi tentang pentingnya mengurangi susut dan sisa pangan.
  • Membantu bisnis mengidentifikasi solusi praktis untuk mengurangi kehilangan makanan.
  • Mendorong kebijakan dan inovasi dalam pengelolaan pangan berkelanjutan.
  • Memfasilitasi redistribusi makanan ke pihak yang membutuhkan, alih-alih berakhir di tempat sampah.

GRASP 2030 mengundang perusahaan, komunitas, dan individu untuk berkontribusi dalam menciptakan sistem pangan yang lebih efisien dan berkelanjutan.

 

Hubungi kami untuk mengetahui lebih lanjut tentang GRASP 2030

Creating a Valued and Impactful Global Food Pact Network

Nine global food pacts, convened by WRAP, gathered in Mexico for their first in-person event from January 20-24, 2025. This event laid the foundation for a robust community of practitioners committed to addressing food loss and waste at the local level.

The Indonesia Business Council for Sustainable Development (IBCSD), which manages GRASP 2030—a voluntary agreement among business and non-business organizations to combat food loss and waste in Indonesia—was also invited to participate. They joined food pacts from the global South and North, including the USA, UK, Australia, New Zealand, Mexico, Brazil, and South Africa.

The workshop sessions provided a platform to explore shared challenges, exchange solutions, and discuss key learnings. Actionable insights were gathered to enhance signatory engagement with the Target-Measure-Act (TMA) approach, aiming to accelerate the collective mission of reducing food waste across supply chains and households. Participants also discussed strategies to assess collective impact and drive progress for individual national pacts and the broader regional and global network.

Through dynamic discussions, the Global Food Pact Network agreed on three key areas for future collaboration:

1. Increasing the profile of food waste reduction initiatives globally and within individual in-country pacts.
2. Collaborating to accelerate change and improve efficiency in delivering impact across all food pacts.
3. Demonstrating impact across the network to strengthen funding opportunities for continued collaboration.

The in-person Global Food Pact Network event in Mexico created concrete opportunities for impactful collaboration in tackling food loss and waste. Participants emphasized starting with simple activities, such as sharing case studies, best practices, and relevant templates, to strengthen the profile of each national pact through online platforms or direct engagement based on individual needs and opportunities.

Additional collaborative opportunities include enhancing strategic functions such as data collection and measurement, sector collaboration, and unified knowledge sharing across the network. Standardized and consistent data collection and reporting are expected to be key priorities. Sector collaboration, particularly in hospitality, offers opportunities to leverage relationships and build connections with global organizations that share markets.

Finally, the network aims to present a unified voice and utilize shared resources and tools to accelerate change and enhance efficiency in delivering impact.

IBCSD Gelar Workshop GRASP 2030, Perkuat Komitmen Penanganan Susut dan Sisa Pangan di Indonesia

Pada rantai sektor pangan, seluruh sektor bisnis berpotensi menghasilkan susut dan sisa pangan (SSP). Data menunjukkan bahwa sekitar 33% makanan yang diproduksi secara global hilang atau terbuang, menurut FAO pada 2019. Menanggapi hal tersebut, Indah Budiani, Direktur Eksekutif IBCSD, dalam sambutannya menekankan pentingnya sektor bisnis dalam menangani masalah SSP yang semakin mendesak. “Susut dan sisa pangan bukan hanya masalah lingkungan, tetapi juga merupakan tantangan ekonomi besar. Sebagai sektor yang berperan penting dalam rantai pasok pangan, bisnis memiliki tanggung jawab untuk mengurangi dampak SSP ini. Kami berharap workshop ini dapat menjadi wadah untuk berbagi solusi dan mendorong aksi yang lebih terstruktur dari sektor bisnis dalam mengatasi masalah ini,” ujar Indah.

 Acara ini merupakan bagian dari kegiatan GRASP 2030 (Gotong Royong Atas Susut dan Sisa Pangan di 2030), sebuah inisiatif perjanjian sukarela yang bertujuan mengurangi Susut dan Sisa Pangan (SSP) melalui kolaborasi antara sektor swasta, pemerintah, dan masyarakat. Angelique Dewi, Chairwoman GRASP 2030, menyoroti peran penting GRASP 2030 dalam menciptakan kolaborasi lintas sektor. “GRASP 2030 adalah inisiatif yang mengajak berbagai aktor multipihak dalam rantai pangan untuk berkolaborasi dalam mencapai pengurangan SSP. Kami percaya bahwa melalui kolaborasi yang erat dan dukungan bersama, kita dapat mengurangi susut dan sisa pangan secara lebih efektif dan berkelanjutan di Indonesia,” jelas Angelique.

 Workshop ini menghadirkan berbagai narasumber dari sektor pemerintah, bisnis, serta aktor penyelamat pangan untuk berbagi pengetahuan, praktik terbaik, dan solusi inovatif. Acara ini juga memberikan ruang untuk diskusi yang lebih mendalam tentang regulasi, kebijakan, dan strategi yang diperlukan untuk mendorong sektor bisnis dalam mengurangi SSP.

Yuvlinda Susanta, Wakil Ketua Umum APRINDO, menegaskan peran penting sektor ritel dalam upaya pengurangan SSP. “Sektor ritel, sebagai bagian dari rantai pasok pangan,  sejatinya memiliki kekuatan untuk memengaruhi perilaku konsumen, mengoptimalkan manajemen inventaris, dan menerapkan solusi inovatif untuk meminimalkan sisa dan susut pangan pangan. APRINDO ikut mendorong kerja sama dengan berbagai pihak dalam upaya mencapai efisiensi dan pengurangan SSP tersebut,” ujar Yuvlinda.

Bappenas mencatat bahwa di Indonesia, 115-184 kg pangan per kapita terbuang tiap tahun. Ini memicu kerugian ekonomi hingga Rp 551 triliun, emisi GRK 7,29% dari total nasional, dan hilangnya nutrisi untuk 125 juta orang. Hal ini semakin menekankan pentingnya sektor bisnis mengambil langkah konkret dalam mengatasi SSP. Dalam acara ini, pentingnya perusahaan di sektor pangan memiliki target penurunan SSP, melakukan pengukuran, serta menyusun strategi penurunan SSP melalui pendekatan Target-Menghitung-Aksi (Target-Measure-Act/TMA) disampaikan oleh Michael Jones, Senior International Partnership Manager WRAP.

Untuk itu, workshop ini juga akan memperkenalkan Metode Baku Perhitungan Susut dan Sisa Pangan yang disusun dan diluncurkan oleh Koalisi Sistem Pangan Lestari (KSPL) bersama para mitranya, Badan Pangan Nasional (BAPANAS), dan Kementerian PPN/Bappenas pada 24 September 2024 silam. “Kompleksitas permasalahan pangan yang kita hadapi saat ini hanya dapat diatasi dengan gotong royong dari seluruh pihak, termasuk sektor bisnis. Metode Baku Perhitungan SSP ini akan memungkinkan sektor bisnis mengidentifikasi jumlah SSP yang mereka hasilkan, menentukan target penurunan, mengembangkan strategi dan kebijakan, dan pada akhirnya berkontribusi nyata untuk mengurangi  SSP dari kegiatan bisnisnya,” jelas Gina Karina, Kepala Sekretariat KSPL. Sesi penyampaian metode baku perhitungan ini dipandu oleh mitra KSPL, Eva Bachtiar yang merupakan Pendiri dan CEO Garda Pangan.

Melalui workshop ini, IBCSD berharap adanya kolaborasi yang lebih kuat antara GRASP 2030 dan seluruh mitra di sepanjang rantai pangan dalam mengatasi masalah SSP. Dengan kontribusi aktif semua pihak, Indonesia diharapkan dapat mencapai target pengurangan SSP dan menciptakan sistem pangan yang lebih lestari.

Tentang IBCSD:

Indonesia Business Council for Sustainable Development (IBCSD) adalah sebuah asosiasi yang dipimpin oleh para CEO perusahaan yang beroperasi di Indonesia, yang memiliki komitmen yang sama untuk mempromosikan pembangunan berkelanjutan melalui pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, keseimbangan ekologi, dan kemajuan sosial. IBCSD memfasilitasi kepemimpinan bisnis yang berkelanjutan dengan mempromosikan praktik-praktik terbaik, bermitra dengan pemerintah dan masyarakat sipil, serta memberikan solusi bagi kebijakan Indonesia dalam isu-isu keberlanjutan. 

Tentang KSPL: Koalisi Sistem Pangan Lestari (KSPL) merupakan bagian dari koalisi Food and Land Use Coalition (FOLU) yang berkomitmen untuk mentransformasi cara kita memproduksi dan mengonsumsi makanan, serta menggunakan lahan untuk manusia, alam, dan bumi menjadi lebih lestari. Saat ini terdapat 12 mitra yang tergabung dalam KSPL, yaitu Center for International Forestry Research (CIFOR-ICRAF), Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), EntreVA, Global Alliance for Improved Nutrition (GAIN) Indonesia, Garda Pangan, Yayasan Humanis dan Inovasi Sosial (Humanis), Indonesia Business Council for Sustainable Development (IBCSD), Yayasan Keanekaragaman Hayati (KEHATI), Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), Parongpong RAW Lab, PT SYSTEMIQ Lestari Indonesia, dan WRI Indonesia. | instagram.com/sistempanganlestari

Tentang APRINDO:

APRINDO, Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia, adalah organisasi terkemuka yang mewakili industri ritel moderen di Indonesia. APRINDO berfungsi sebagai wadah bagi para pelaku usaha ritel modern berjejaring nasional ataupun pemain lokal, dalam memperjuangkan aspirasi anggota, dan berkontribusi terhadap pertumbuhan dan pengembangan sektor Ritel di Indonesia. APRINDO memiliki sekitar 150 anggota, yang terdiri dari perusahaan ritel lokal dan jaringan nasional, dengan total 45.000 gerai ritel. Pengurus pusat asosiasi ini (DPP) berada di Jakarta, sementara di daerah diwakili oleh Koordinator Wilayah dan Pengurus Daerah (DPD) yang berada di lebih dari 20 provinsi.

 Kontak:

Nurina Izazi, Communications Manager IBCSD, [email protected], +62-813-3261-4268

Sakinah U. Haniy, Communications Lead KSPL, [email protected], +62-813-8343-5507

Launch of Consumindful Initiative, A Call to Eat Wiser and Prevent Food Waste

The issue of food waste generation is a problem that is often underestimated. In fact, food waste generation from consumption activities is significant. The Consumindful initiative with the slogan “Eat Wiser, No Leftover” is a step taken by the Indonesia Business Council for Sustainable Development (IBCSD) as an effort to contribute in reducing food waste. The project was initiated by IBCSD together with WRAP and GRASP 2030 with the support of the Danish Embassy in Indonesia.

“The Consumindful initiative is expected to further encourage positive behavior of the community and industry to reduce food waste and cultivate food donations,” said Indah Budiani, Executive Director of IBCSD in her remarks at the Consumindful launch event which took place in Yogyakarta, April 4, 2023. 

The Consumindful launch event marks the beginning of a movement to invite the public to participate in reducing food waste in Indonesia. This movement is expected to amplify the message to a wider audience to be wiser in consuming and not wasting food. Spreading the message of the importance of reducing food waste is considered important, because Indonesia experiences economic losses of 4-5% of total GDP due to food shrinkage and waste problems based on Bappenas data in 2021.

“There is an SDG target to reduce food waste at the retail and consumer level by 50%. Meanwhile, on average in Indonesia, food waste production per individual per year reaches 1-2 quintals per year according to Bappenas data,” said Nita Yulianis as Director of Food and Nutrition Vigilance at the National Food Agency in her keynote speech delivered at this event. She continued, “Integrative and collaborative efforts are needed to reduce food waste production in Indonesia.”

Changes in consumer behavior related to food waste reduction are necessary, as it is known that the majority of food waste is generated from consumption activities. Therefore, Consumindful’s campaign strategy is to encourage consumers to prevent food waste at the household level. The Consumindful initiative is in collaboration with WRAP, a UK-based non-profit environmental organization with experience working on projects related to consumer behavior change. “WRAP is excited to be working with IBCSD again to tackle food shrinkage and waste in Indonesia. Consumindful is an exciting project to support mindful consumption and realize a sustainable future for people and the planet,” said Michael Jones, WRAP’s International Partnership Manager.

The Consumindful initiative is also made possible by the support of the Danish Embassy in Indonesia. “Changing people’s habits to reduce food waste is a difficult thing to do, so innovative approaches are needed to make it happen. The collaboration of IBCSD and WRAP can create a small but impactful strategy through the Consumindful initiative with the support of the Danish Embassy,” said Hanne Larsen, Minister Counsellor for Food and Agriculture at the Danish Embassy in Indonesia. 

Consumindful is a follow-up initiative to an earlier initiative called GRASP 2030 (Gotong Royong Atasi Susut dan Limbah Pangan 2030) which was launched on September 8, 2021. GRASP 2030 is a concrete effort to unite all actors across the food system chain in reducing food loss and waste in Indonesia. A total of 22 actors including companies, associations, and other organizations in the food sector have committed to participate in this movement. This event was also made possible with the support of Kalbe Nutritionals and Nutrifood Indonesia, which are part of GRASP 2030. “Let us take real action through individual and organizational behavior, which hopefully will reduce food waste in Indonesia,” said Cogito Ergo Sumadi Rasan, Chairman of GRASP 2030.

Yogyakarta Cares about Food Waste

Yogyakarta was chosen as the launch site for Consumindful, because it is known as a tourist and student area with people coming from other regions, making food waste handling efforts in Yogyakarta very important. In addition, the Provincial Government of Yogyakarta Special Region (Pemprov DIY) also has a commitment to encourage food waste handling efforts. 

The Provincial Government of Yogyakarta Special Region, represented by Plh. Assistant for Economy and Development, Yuna Pancawati, conveyed the need to consume food more wisely and without leftovers, and underlined that the Consumindful initiative is very important in reducing food waste.

In a panel discussion session attended by stakeholders from government, industry, and academia, the Head of the DIY Agriculture and Food Security Agency (DPKP), Sugeng Purwanto, mentioned that “The DIY Provincial Government has a commitment in handling food waste through Governor Instruction No. 33 of 2021 on handling food shrinkage and waste. In realizing the mandate of the instruction, socialization and education on food waste prevention are carried out in the community as well as studies related to this matter.” Meanwhile, the Head of the DIY Tourism Office, Singgih Raharjo, said, “The DIY Tourism Office has a collaboration program with start-up Surplus that helps distribute excess food in hotels, cafes and restaurants by giving a discounted price on the food sold.”

Solving the food waste problem from various perspectives and sectors needs to be done to ensure the food waste reduction target is achieved. “The industry has a role in reducing food waste by designing products that suit the needs of consumers and support mindful consumption,” said Arief Purwanto Nugroho, Head of Communication & Sustainability, Kalbe Nutritionals. The hospitality and restaurant industry sector, which is one of the actors in the food industry, also needs to take part in reducing food waste. Said by Erwan Sakti, Executive Chef of Platinum Hotel Adisucipto, “The culinary industry can contribute to reducing food waste by conducting proper processing, organizing portions served to consumers, conducting education, and conducting unconsumed food donation activities.”

Apart from the food industry, the role of academia is equally important in carrying out public education functions related to efforts to prevent food waste. “Food waste prevention can be done with various strategies. Academia has a role to play in developing food distribution platforms, developing food waste processing technology, and educating the public on food waste issues,” said Prof. Dr. Ir. Eni Harmayani, M.Sc., Dean of the Faculty of Agricultural Technology, Universitas Gadjah Mada.

Going forward, the Consumindful initiative will continue to campaign for food waste reduction efforts. Collaboration and support from various parties are needed to realize the goal of a food waste-free Indonesia. Hopefully, more and more people and industries will care about the issue of food waste and take real action in their daily lives.

Contact:

Nurina Izazi, Communication and Member Relation Manager IBCSD, [email protected], +62-813-3261-4268

Driving An Inclusive ESG Actions in South-East Asia Through ESG NXT 2022

Environmental, Social and Governance (ESG) related risks have become prevalent risks worldwide and in the Asia-Pacific region. It is crucial that businesses learn to navigate and thrive within these changing landscapes and integrate and include ESG considerations into strategy formulation and business operations. 

The ESG risk landscape is constantly evolving with financial institutions and regulators stepping up their ambitions into more sustainable financing and operating practices, making efforts to integrate environmental and social considerations into their governance and business strategy, operations, and risk management.

 The ESG NXT 2022 conference, a joint event of BCSD Malaysia and Knowledge Group of Companies, provides valuable insights on businesses’ actions needed to accelerate the system transformations necessary for a net-zero, nature-positive, and more equitable future. The conference features prominent international and local thought leaders and experts to talk about an inclusive theme, “Making ESG Actionable For All”. It aims to foster meaningful discussions that provide a multi-dimensional perspective on sustainability’s critical issues and “how-to” solutions. This conference has been skillfully designed around 4 tracks covering:

  • Built Environment, Transport, and Mobility
  • Energy and Decarbonization
  • Food, Agriculture, Health and Wellbeing
  • Products and Materials

These tracks have been strategically chosen as they encapsulate the critical areas where systems transformation is most needed and ESG ambitions and metrics need to be adequately set.

Operating in the same region, IBCSD was given the opportunity to share the ESG landscape in Indonesia and how IBCSD’s programs can support the businesses to take one step at a time on their net-zero emission and nature-positive journey. On the first day, Indah Budiani, Executive Director of IBCSD, shared how businesses define their pathways of decarbonization strategy with collective commitment and actions through the Net-Zero Hub. The Net-Zero Hub is a platform jointly developed by IBCSD with Indonesia Chamber of Commerce (KADIN) to help businesses to achieve science-based targets on net-zero emission. 

In the Food, Agriculture, Health and Wellbeing track, Bryan Citrasena, Project Manager of IBCSD, talked about the importance of addressing food loss and waste (FLW) for food and agriculture sector businesses to reduce their impact on nature and benefit socio-economic development. Tackling FLW has been underlined in the SDG 12.3 goal with a specific reduction target of 50% by 2030. The IBCSD program, namely GRASP2030, collects businesses and other supporting stakeholders in the food value chain to make food consumption and production more sustainable by reducing FLW in Indonesia. In the same forum, Tan Hong Tat, Head of Sustainability at AEON Malaysia, also shared AEON’s practices in tackling FLW and how they influence customers to have more awareness about food waste.

The conference took two consecutive days in Bangsar, Kuala Lumpur. With more than 60 competent speakers, a series of presentations, talkshows and discussions was conveyed in this two-days conference, talking on how businesses need to move on from business as usual mindset to more proactive stance against climate emergency.

 

Addressing Regional Food Loss & Waste Issue, GRASP2030 Promoted Multi-stakeholder Collaboration

The world’s food demand in 2050 will increase by 50-100% in line with the increase in population which is estimated to reach 9.7 billion. Based on census data, Indonesia’s population in 2020 reached 270.2 million, an increase of 32.56 million compared to the 2010 data. The increasing need for food to offset the population growth has problems due to the high issue of Food Loss and Waste. One-third of the food produced for human consumption is lost or wasted during the harvest and consumption processes, known as food loss and waste (FLW).

 In line with the Indonesian Presidency at the G20, the Ministry of Agriculture through the Meeting of Agricultural Chief Scientists (MACS) has an agenda to support the Sustainable Development Goals, especially the 12.3 target, a 50% reduction of FLW at the retail and consumer levels, as well as reducing FLW in the food production chain.

The Technical Workshop on Food Loss and Waste is a series of MACS agendas organized by the Agricultural Research and Development Agency (Balitbangtan) of the Ministry of Agriculture, in this case the Agricultural Postharvest Research and Development Center (BB Pascapanen) in collaboration with the Thϋnen Institute, Germany. The activity took place for two days from 5-6 October 2022 at the Grand Kheisa Hotel, Yogyakarta Special Region.

Carrying the theme ‘What Reduction on Food Loss and Waste can and must be contributed to Sustainable Intensification’, this workshop aims to obtain the latest information related to FLW reduction innovations in the ASEAN region, determine relevant FLW measurement methods, and determine appropriate policies to be jointly implemented regionally.

 IBCSD was given an opportunity to introduce GRASP2030 as a collaboration platform between private sectors and other supporting actors to work together in tackling food loss and waste on the first day of the workshop. The Executive Director of IBCSD, Indah Budiani, said that GRASP2030 would support the government and contribute to FLW reduction action in Indonesia.

 Other competent speakers also presented valuable information of FLW interventions in ASEAN and global during the plenary session. The line of speakers namely Carola Fabi (FAO), Dr. Kohei Watanabe (Teikyo University), Prof. Dr. S. Joni Munarso (Association of Indonesian Postharvest Technology Experts), Prof. Dr. Handewi Salim (Indonesian Research Association), Kuntum Melati, MA, MSc (Stockholm Environment Institute Asia), and Young Run Hur (UNEP). After the plenary presentation, the participants were divided into 4 groups to brainstorm on what needs to be done and what are the challenges in reducing food loss and waste in the region.

On the second day, speakers, delegates, and participants visited a maggot farm operated by PT Maggoprotein Alam Indonesia as one of the practical solutions to reduce food waste in the Yogyakarta region. After that, the group was brought to visit Salak (snake fruit) plantation, Foodbank of Indonesia, and Batik craft center. The workshop was closed with dinner and Ramayana ballet show at Prambanan temple.

 The Food Loss and Waste Technical Workshop was attended by 9 ASEAN countries consisting of policy makers, ministries/institutions, universities, practitioners, companies and related associations. (Bryan)